Alexandro

Alexandro is just a man, GOD love him so.

Rabu, 19 Mei 2010

Aku, Hidupku dan TUHANku


Kisah ini adalah kisah hidupku yang nyata dan apa adanya. Kisah ini akan kutulis dari awal yang aku bisa ingat mungkin sampai nanti blog ini sudah tidak ada lagi, tujuannya adalah agar orang bisa mengenal dan mengetahui siapa aku sebenarnya, dan bila nanti aku telah berpulang kepadaNYA aku berharap msaih ada orang yang bisa membaca kisah ini dan bisa bermanfaat untuknya, selamat membaca.

Aku lahir di Jakarta tanggal 30 Mei 1980 dari pasangan sederhana dan dari keluarga yang sederhan pula ayahku bernama Donald kemudian dia mengganti namanya dengan Sumargo, ibuku bernama Elsye dengan nama Mandarin Mo Sze Kiaw. Aku adalah anak pertama, sebenarnya nama yang akan diberikan padaku adalah Alexander, tapi karena ayahku dioprasi usus buntu oleh dokter Hendro menjelang kelahiranku maka aku diberi nama Alexandro yang sekarang menjadi nama resmiku di Akte Kelahiran, tapi aku tetap menggunakan nama yang akan diberikan itu sebagai nama belakangku, memang secara tidak resmi hanya untuk email dan yang lainnya, jadi aku menggunakan nama Alexandro Alexander.

Waktu aku lahir aku cukup mengejutkan banyak orang di ruangan persalinan, karena aku lahir divacum waktu aku di vacum tidak selayaknya bayi yang lahir normal aku sempat lompat keluar waktu keluar dari rahim ibuku, sampai dokternya kaget karena hampir tidak tertangkap, kata dokternya ini karena tali ari-ariku yang panjang, he5x kecil-kecil udah nakal ya. Waktu baru dilahirkan aku terkena penyakit kuning seluruh tubuhku kuning sehingga waktu orang tuaku pulang aku masih tidak boleh pulang karena harus dirawat.

Awalnya aku tinggal di rumah Kungkung dan Popoku dari Papaku di Jembatan Tiga depan Gang Lontar. Aku bukanlah anak yang takut sama orang, waktu kecil aku sering digendong oleh Kungkungku untuk jalan-jalan dan diajak main dengan tukang becak, orang memenggil tukang becak itu si Brewok, tampangnya seram katanya, saudara sepupuku yang lebih tua satu tahun dariku tiap didekati si Brewok langsung menagis, tapi kalo aku sih santai aja. Aku juga sering bawa koran ke Apakku(Koko dari Papaku) untuk minta diceritain. Sampai akhirnya pada umur 4 tahun aku pindah ke rumah milik orang tuaku sendiri di Jelambar Ilir.
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar